Kasih Sayang Manhaj Salaf (2)
Orang-orang yang memegang teguh manhaj salaf, ialah mereka yang menjadikan perikehidupan para salaf sebagai pedoman, baik dalam masalah aqidah (keyakinan), amal, akhlak, serta sendi-sendi kehidupan lainnya.
Mereka adalah orang-orang yang paling giat mencari ilmu dari sumbernya, yaitu Al Qur’an dan As Sunnah sesuai yang dipahami para salaf. Sehingga dengan itu, mereka menjadi orang-orang yang paing berilmu, paling hikmah, selamat sampai tujuan, serta menebar kasih sayang kepada seluruh alam,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al Anbiyaa’ : 107)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika menjelaskan siapa itu ahlus sunnah, beliau berkata :
هُمْ أَعْلَمُ بِالْحَق وَأرحم بِالْخَلْقِ
“Mereka adalah orang-orang yang paling tahu akan kebenaran lagi paling sayang terhadap makhluk.” (Minhajus Sunnah An Nabawiyah 5/158)
Berikut ini merupakan di antara pokok dan ciri manhaj salaf ahlus sunnah wal jama’ah, di mana itu semua merupakan wujud kasih sayang mereka terhadap makhluk. Sebagian orang menganggap dakwah salaf sebagai dakwah ekstrim, penuh kejahatan dan keburukan. Maka dari itu kami hadirkan tulisan ini sebagai bukti kasih sayang manhaj salaf, bahwa manhaj salaf bukanlah manhaj yang ekstrim, namun penuh ilmu, hikmah, dan kasih sayang.
Pertama, Menyeru Kepada Tauhid dan Mencegah dari Syirik.
Salafiyyun –orang-orang yang berpegang teguh dengan manhaj salaf- senantiasa menyeru kepada tauhid[1] dan mencegah dari perbuatan syirik[2]. Inilah salah satu bentuk kasih sayang terbesar mereka terhadap umat manusia. Sebagaimana pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dalam rangka memberantas kesyirikan dan mendakwahkan ketauhidan, Beliau mengeluarkan manusia dari gelapnya syirik menuju cahaya tauhid, menggiring jiwa-jiwa yang hendak tergelincir ke lembah jurang kebinasaan menuju kampung keselamatan. Allah befirman,
وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا
“Dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya.” (QS. Ali Imron : 103)
Dakwah tauhid merupakan prioritas yang paling diutamakan dalam manhaj salaf, karena merupakan dakwah yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan oleh semua rasul,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu’ .” (QS. An Nahl : 36)
Thaghut merupakan segala yang disembah selain Allah. Syaikh Sholih Al Fauzan berkata, “Seluruh apa yang disembah selain Allah –sedangkan dia ridho untuk disembah- maka dia adalah thaghut.”
Kemudian beliau menambahkan, “(Ayat di atas menunjukkan) bahwa dakwah kepada tauhid serta mencegah dari perbuatan syirik merupakan prioritas utama seluruh rasul dan para pengikut mereka.” (Al Mulakh-khosh fi Syarhi Kitabit Tauhid hal. 11)
Salafiyyun tergerak rasa kasih sayang mereka di kala melihat fenomena umat manusia yang bergelimang dengan kesyirikan. Mereka sadar betul bahwa syirik merupakan dosa yang paling besar. Bila pelakunya mati sedangkan ia belum betaubat dari kesyirikannya itu, maka tidak akan diampuni dosa syiriknya, dan ia pun kekal di neraka selamanya,
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisaa’ : 48)
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun.” (QS. Al Maidah : 72)
Karena itulah, para ulama’ ahlus sunnah pengibar panji tauhid bermunculan, mereka bangkit berjuang mendakwahkan tauhid dan memberantas syirik. Semisal Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, dan lainnya.
Mereka menyeru manusia agar memurnikan ibadah hanya kepada Allah serta menjauhi kesyirikan. Mereka adalah imam-imam dakwah salafiyah, penerus estafet perjuangan dakwah tauhid yang diemban oleh para rasul. Siang dan malam mereka lalui demi tugas mulia ini, tidak bergeming sedikitpun meski orang-orang jahil berusaha merintangi dakwah yang diberkahi ini,
يُرِيدُونَ لِيُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَاللَّهُ مُتِمُّ نُورِهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (QS. Ash Shaff : 8)
Kedua, Menyeru Kepada Sunnah, Serta Melarang dari Bid’ah.
Salafiyyun melarang dari perbuatan bid’ah, serta menyeru kepada sunnah yang merupakan lawan dari bid’ah. Berkata Al Imam Asy Syathibi dalam menjelaskan makna bid’ah, “Setiap amal ibadah yang tidak ada dasarnya dari syari’at (Islam), maka ia dinamakan bid’ah.” (Al I’tishom hal. 27)[3]
Sedangkan sunnah, ia merupakan jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta para sahabat beliau, jalan yang diterangi oleh lentera-lentera bashiroh (dalil yang nyata), sebagaimana firman Allah,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي
“Katakanlah: ‘Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujah yang nyata’ .” (QS. Yusuf : 108)
Orang-orang yang berjalan di atas sunnah ini disebut ahlus sunnah wal jama’ah. Mereka menapakinya dengan penuh keyakinan, karena mereka sedang menempuh jalan yang diterangi oleh hujjah/dalil yang jelas.
Berkebalikan dengan ahlul bid’ah, mereka ibarat orang buta, berjalan di malam gelap gulita, di samping kanan dan kirinya terbentang jurang yang membinasakan. Itu dikarenakan mereka menjalankan agama ini tanpa dalil, sehingga amalan mereka tertolak, dan pada akhirnya mereka menghadap Allah dengan tangan hampa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengada-adakan hal baru dalam perkara kami ini (perkara agama)[4] maka ia tertolak.” (HR. Bukhori 2697, Muslim 1718)
Dalam riwayat Imam Muslim,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka ia tertolak.”
Bukan hanya itu, mereka akan menanggung beban dosa akibat kelancangan mengada-adakan atau mengamalkan amalan yang tidak ada dasarnya, karena pada hakekatnya mereka telah menuduh bahwa Rasulullah mengkhianati tugas kerasulannya, yaitu tugas mengajarkan kepada umat semua amalan yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنه لم يكن نبي قبلي إلا كان حقا عليه أن يدل أمته على خير ما يعلمه لهم، وينذرهم شر ما يعلمه لهم
“Sesungguhnya tidak ada seorang Nabi pun sebelumku, melainkan wajib baginya untuk menunjukkan kepada umatnya kebaikan yang ia ketahui untuk mereka, serta memperingatkan mereka dari keburukan yang diketahui bagi mereka.” (HR. Muslim 1844)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مابقي شيء يقرب منْ الْجَنَّة ويباعد منْ النَّار إلا وقد بين لكم
“Tidak tersisa suatu (amalan) pun yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali sudah dijelaskan semuanya kepada kalian.” (HR. Thobroni dalam Al Mu’jamul Kabir 1647, dishohihkan oleh Syaikh Ali Hasan Al Halabi dalam Ilmu Ushulil Bida’ hal. 19)
Para ahlul bid’ah pada hakekatnya –sadar atau tidak sadar- telah menuduh bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan amalan-amalan tersebut secara keseluruhan, dan mereka beranggapan bahwa di sana masih banyak amalan-amalan yang beliau sembunyikan. Alangkah kejinya tuduhan ini!
Imam Malik berkata, “Barangsiapa membuat ajaran baru dalam agama Islam, kemudian ia anggap sebagai bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), maka ia telah menuduh bahwa Muhammad (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah mengkhianati tugas kerasulan. Hal itu karena Allah berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu.” (QS. Al Maidah : 3)
Maka perkara apa pun yang bukan termasuk bagian dari agama pada hari (diturunkannya ayat) ini, maka pada hari ini bukan termasuk bagian dari agama pula.” (Al I’tishom hal. 37. Imam Asy Syathibi menukilnya dari Ibnu Majisyun yang mendengar langsung ucapan tersebut dari Imam Malik)
Salafiyyun tidak sampai hati melihat saudaranya bergelimang dengan bid’ah, yang kelak menghadap Rabbnya dengan tangan hampa bahkan memikul dosa besar. Maka sebagai wujud kasih sayang, mereka menyeru kepada sunnah dan melarang dari bid’ah.
Ketiga, Mengajak Kepada Persatuan dan Mencegah dari Perpecahan.
Telah dijelaskan di muka bahwa perpecahan merupakan sunnatulloh yang sudah pasti terjadi. Namun usaha untuk menghindari perpecahan serta mengajak kepada persatuan merupakan sebuah keharusan dan kewajiban. Allah Ta’ala berfirman ,
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali Imron : 105)
Mu’tazilah memiliki manhaj tersendiri, begitu pula dengan Syi’ah, Qodariyah, Jahmiyah, Shufiyah, Khowarij, serta seluruh kelompok yang ada. Semuanya memiliki manhaj tersendiri dan membanggakan manhajnya masing-masing. Tatkala mereka ditanya, “Apa landasan manhaj kalian?”
Niscaya mereka akan menjawab, “Landasan manhaj kami adalah Al Qur’an dan As Sunnah/Al Hadits.”
Semua kelompok akan mengatakan hal yang sama. Lalu, bagaimana bisa mereka berpecah belah, padahal landasan mereka sama?? Jawabnya : Karena tatkala berdalil dengan Al Qur’an dan As Sunnah, mereka memahami keduanya dengan pemahaman mereka sendiri, akal mereka sendiri, hawa nafsu mereka sendiri. Sehingga Al Qur’an dan As Sunnah yang sebenarnya menunjukkan kepada kebenaran, mereka tafsirkan sekehendak hawa nafsu agar dalil-dalil tersebut mendukung pemahaman mereka yang sesat.
Inilah yang menjadi penyebab perpecahan, sebab pemahaman setiap orang itu berbeda. Bila Al Qur’an dan As Sunnah dipahami menurut pemahaman masing-masing orang, niscaya akan muncul bermacam tafsiran sebanyak jumlah manusia di muka bumi ini, serta akan terjadi perpecahan sebanyak itu pula.
Adapun Salafiyyun, maka mereka menawarkan kepada umat satu-satunya jalan menuju persatuan, yaitu dengan cara mengajak umat untuk memahami Al Qur’an dan As Sunnah sesuai yang dipahami oleh para sahabat. Inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah tatkala umat menghadapi perpecahan dan perselisihan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّهَا ضَلَالَةٌ فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
“Siapa saja yang hidup diantara kalian (setelahku), niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Dan jauhilah perkara-perkara baru (bid’ah dalam agama), karena ia adalah kesesatan. Jika kalian menjumpai hal itu (perselisihan dan bid’ah), maka pegang teguhlah sunnahku serta sunnah para khulafa’ur rasyidin, gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (HR. Abu Daud 4607, At Tirmidzi 2676, Ibnu Majah 43&44. Dishohihkan oleh Syaikh Salim Al Hilali dalam Limadza Ikhtartu Al Manhaj As Salafi hal. 70)
Telah jelas dari hadits di atas, tatkala umat menghadapi perselisihan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya menyuruh mereka untuk berpegang dengan sunnah Beliau saja, tetapi juga menyuruh untuk berpegang kepada sunnah para khulafa’ur rasyidin. Yaitu dengan merujuk pemahaman Al Qur’an dan As Sunnah kepada pemahaman mereka, juga pemahaman seluruh sahabat rasul, sebagaimana sabda Beliau tatkala menjelaskan siapa itu ahlus sunnah wal jama’ah,
ما أنا عليه وأصحابي
“(Yaitu) golongan yang menempuh jalanku dan jalan para sahabatku.”[5]
Bila umat Islam mau berpegang dengan pemahaman para sahabat (salafush sholih), niscaya tidak akan ada lagi perselisihan kecuali hanya dalam masalah furu’ (cabang ilmu fiqih) yang tidak membahayakan persatuan umat.
Inilah Salafiyyun, rasa kasih sayang membuat mereka bersemangat mempersatukan umat di atas tali agama Allah, di atas aqidah dan manhaj yang benar,
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS. Ali Imron : 103)
Ya, persatuan di atas agama yang lurus, bukan persatuan yang dipaksa-paksakan antara kelompok-kelompok yang masih berseberangan aqidah mereka, alias persatuan ala Yahudi, persatuan sebatas zhohirnya saja, namun aqidah/keyakinan mereka bercerai-berai,
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى
“Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah.” (QS. Al Hasyr : 14)
Bukan pula persatuan yang diusung oleh para penyampai hadits palsu,
اختلاف أمتي رحمة
“Perselisihan umatku adalah rahmat.”
Hadits ini laa ashla lahu (tidak ada asal-usulnya), tidak ditemukan sanadnya sama sekali, bahkan sanad yang palsu sekalipun. Bahkan bertentangan dengan banyak ayat dan hadits yang memerintahkan kepada persatuan dan menjaui perselisihan.
Maka yang benar adalah : perselisihan umat merupakan sebuah adzab yang diakibatkan tidak maunya mereka merujuk kepada pemahaman salafush sholih dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah. Sehingga perpecahan tersebut melemahkan kekuatan mereka,
وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ
“Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.” (QS. Al Anfaal : 36)
Keempat, Dakwah Salafiyah Mengajak Kepada Kejayaan Islam
Allah Ta’ala berfirman,
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku.” (QS. An Nuur : 55)
Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa kekuasaan Islam (khilafah Islamiyah) akan tegak di muka bumi bila umat Islam mau memperbaiki iman dan amal sholih, serta menegakkan tauhid dan menjauhi kesyirikan.
Perbaikan iman tidak akan tegak kecuali dengan meluruskan aqidah, yaitu dengan cara merujuk pemahaman Al Qur’an dan As Sunnah sesuai pemahaman salafush sholih, karena aqidah para salaf merupakan aqidah yang lurus, murni, belum tercampur dengan noda-noda penyimpangan. Perbaikan amal sholih tidak akan terwujud kecuali dengan mengajak manusia kepada sunnah dan menjauhi bid’ah, karena suatu amalan tidak dapat dikatakan “sholih” kecuali bila dilandasi dengan dalil yang jelas, dan bila suatu amalan tidak dilandasi dengan dalil maka itu bukanlah amal sholih melainkan amal bid’ah. Kemudian penegakan tauhid dan pemberantasan syirik tidak akan terwujud kecuali dengan cara mendakwahkannya.
Dan perbaikan iman yang merujuk kepada pemahaman salaf, perbaikan amal sholih dengan merujuk kepada sunnah, serta penegakan tauhid dengan mendakwahkannya, ketiganya merupakan pokok-pokok manhaj salaf sebagaimana telah diterangkan pada bab-bab sebelumnya.
Maka dari sini telah jelas, dakwah salafiyah merupakan satu-satunya jalan menuju kejayaan umat Islam. Ini merupakan bentuk kasih sayang manhaj salaf kepada umat, yang mengajak mereka menuju kejayaan setelah sekian lama terpuruk dan dihinakan oleh musuh-musuhnya.
– bersambung insya Allah –
Penulis: Ustadz Muhammad bin Badr Al Umari
Kata Pengantar: Ustadz Arif Fathul Ulum (Pengasuh Majalah Al Furqon Gresik)
Artikel www.muslim.or.id
[1] Tauhid : meng-esakan Allah dalam rububiyah (perbuatan Allah), uluhiyah (ibadah kepada Allah), serta asma’ wa sifat (nama dan sifat Allah)
[2] Syirik : menyekutukan atau membuat tandingan bagi Allah baik dalam hal rububiyah, uluhiyah, atau asma’ wa sifat.
[3] Kami pilihkan pengertian yang lebih ringkas agar lebih mudah dipahami, wallahu a’lam.
[4] Ditegaskan oleh Nabi bahwa bid’ah yang dilarang hanyalah bid’ah dalam masalah agama. Adapun bid’ah dalam masalah dunia seperti pembuatan pesawat, mobil, senjata canggih, serta perkembangan teknologi lainnya, maka bukanlah bid’ah yang terlarang, selama tidak digunakan untuk hal-hal yang diharamkan.
[5] Takhrij hadits ini telah disebutkan di muka.
🔍 Keutamaan Mempelajari Al Quran, Lebih Banyak Mudharat Daripada Manfaat, Mari Belajar Bahasa Arab, Pengertian Ghibah Dalam Islam
Artikel asli: https://muslim.or.id/2892-kasih-sayang-manhaj-salaf-2.html